
Keterangan foto : (ist) Kadis Perindag Kutim Nora akui beras lokal tak mampu memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat
Detakborneopost.com, Kutai Timur – Diakui Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kutim, Nora Ramadani, saat diwawancarai Kamis (13/11) 2025 produksi beras lokal di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat.
Kadis Perindag itu, menyebutkan bahwa produksi beras lokal daerah ini baru mencapai sekitar 32 ton per musim panen, angka yang masih jauh dari kebutuhan pasar.
“Berdasarkan keterangan dari kawan-kawan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura, produksi beras lokal sekitar 32 ton. Tapi itu tidak mencukupi untuk konsumsi masyarakat,” terang Nora Ramadani kepada media.
Nora menegaskan, sebagian besar hasil panen beras lokal telah diambil melalui sistem blok oleh pihak tertentu, sehingga hanya sekitar 10 persen dari total produksi yang beredar di pasar wilayah sekitar.
Dirinya mengungkapkan kondisi ini membuat beras lokal sulit ditemui di pasaran dan tidak mampu bersaing dengan beras dari luar daerah seperti Berau, Sulawesi, dan Jawa Timur.
“Hanya sebagian kecil yang dijual di sekitar lokasi produksi. Itulah sebabnya peredaran beras lokal sangat terbatas,” bebernya.
Dengan terbatasnya pasokan tersebut juga berdampak pada tingginya harga jual di pasaran, bahkan melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah pusat.
Petani harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pestisida dan perawatan lahan, sehingga harga jual beras otomatis meningkat.
Melampaui harga di atas hET akkibat biaya produksi tinggi, menurut Nora, harga beras lokal Kutim di atas HET dikarenakan biaya produksi yang tinggi, ditambah faktor cuaca dan serangan hama mempengaruhi hasil panen.
“Mereka produksinya lebih tinggi biayanya, belum lagi kalau ada penyakit tanaman. Itu menambah pos pengeluaran,” terang Nora.
Nora mengatakan dalam hal ini
Disperindag Kutim, tidak bisa memaksa petani untuk menjual beras di bawah harga produksi, karena hasil panen merupakan sumber utama penghidupan mereka.
“Kami tidak bisa menekan petani untuk menurunkan harga, karena di situ sumber penghidupan mereka,” tuturnya
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur kini tengah berkoordinasi dengan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (DTPH) untuk mencari solusi jangka panjang, salah satunya melalui program intensifikasi pertanian dan penggunaan benih unggul.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan pertanian lokal, sekaligus menekan ketergantungan terhadap pasokan beras dari luar daerah.
“Kami terus berkoordinasi dengan Dinas Pertanian agar produksi lokal bisa meningkat, sekaligus menjaga keseimbangan antara ketersediaan stok dan kesejahteraan petani,” tutur Nora.
Kutim Masih Bergantung pada Pasokan dari Luar Daerah, berdasarkan data Disperindag Kutim, lebih dari 85 persen kebutuhan beras di Kutim masih dipenuhi dari luar daerah, terutama dari Sulawesi dan Jawa Timur.
Kondisi ini menjadikan Kutim sangat bergantung pada rantai distribusi luar wilayah, terutama dalam menghadapi fluktuasi harga nasional.
Pemerintah daerah berharap dalam jangka menengah, program kemandirian pangan daerah dapat mulai diimplementasikan agar produksi beras lokal bisa meningkat signifikan dalam tiga tahun ke depan.(adv)
